Warning: "It is strongly prohibited to copy or distribute the content without the permission of the author"

Best Regard,
L.M.R. Pradana






Ini adalah edit ke-9, hahaha....
Maaf sebelumnya, aku hanya bisa menyajikan 50 halaman pertama pada kalian (tentu-nya aku tidak mau tersangkut masalah dengan pihak penerbit), tapi tentu saja dalam blog ini kalian bisa mengetahui lebih jauh hal-hal di luar cerita :D

*edit*
Well, sepertinya bab 5 tidak bisa dipisahkan. So, dengan adanya tambahan bab 5 ini, berarti seluruh "bagian 1" cerita udah lengkap. (total semua 66 halaman)

Selamat menikmati :)

Aug 18, 2010

I Wake for Thousand Years

Aku tahu dia pernah menjadi bagian dari fondasi kenangan-kenangan itu. Namun demikian, bukankah di setiap ingatan akan selalu tertinggal jejak rasa? Aku hanya memiliki rasa itu, tanpa ingatan tentangnya.

***

Mohon maaf, cerita pendek ini telah dihapus, sesuai dengan perjanjian dengan pihak penerbit, yang mana cerpen ini sebetulnya tidak boleh dipublikasikan dalam bentuk apapun kalau sudah ada edisi cetaknya ~_~") Selengkapnya dapat dibaca di buku Fantasy Fiesta 2010 ^^)


Read more...

Aug 3, 2010

Bab 5

5.

Paranoia

Aku masih menatap kosong pada gelas es teh di hadapanku. Riuh rendah percakapan mengelilingiku. Berada di antara mereka di sini – di kantin sekolah – pastinya akan membuatku tersamar. Tidak ada yang akan memerhatikanku dengan sungguh-sungguh. Mereka hanya tertawa dengan orang-orang yang mereka kenal saja. Aku tidak mungkin tertawa seperti mereka, simply karena aku tidak kenal mereka. Walau rasanya aku kenal beberapa wajah, tetap saja aku tidak yakin. Aku tidak pernah menganggap mereka penting untuk diingat, jadi pasti ingatan tentang mereka sudah tergantikan.

“Heinrik”.

Itu suara Sherry. Ya, tentunya ingatan tentangnya tidak akan tergantikan dengan mudahnya; aku tidak akan membiarkan itu terjadi.

“Hey, Heinrik”, suara Sherry kali ini terdengar sedikit memaksa. Aku pun mengangkat kepala, memandang ke arahnya yang sedang duduk di hadapanku. “Kau sedang mikir apa sih?” ujarnya lagi.

Aku mengangkat alis; berusaha menangkap maksud sebenarnya dari ucapannya, “Kau tahu pasti apa itu”.

“Apa aku harus tahu semuanya?”

“Tidak, tapi tidak kukatakan pun kau juga pasti sudah tahu, kan?”

“Heinrik, dengar, belakangan ini kau—”

Suara bel masuk tiba-tiba meraung nyaring, menyita perhatian murid-murid—juga diriku. “Sudah masuk”, kataku.

“Hey! Kau dengar aku tidak?!”

“Ah—ya—tentu saja. Tapi kita sudah harus masuk kelas sekarang”, aku pun beranjak berdiri dan berjalan ke arah warung untuk membayar jajanan. Jadi, sepertinya Sherry tidak bisa melihat lebih jauh ke dalam pikiranku jika aku sendiri tidak fokus memikirkannya. Baiklah, dengan begini tidak perlu khawatir dia tahu apa yang telah terjadi.

***

Aku duduk, menatap ke depan kelas dengan tidak bergairah. Guru kimiaku terlihat seakan hanya mengatup-ngatupkan mulutnya tanpa suara. Entah kenapa aku bertahan untuk tetap ikut kelas ini, padahal pengetahuan milik Ruft bahkan jauh lebih mendalam dari apa yang sedang diterangkannya – tapi tentu saja aku tidak mungkin dengan bodohnya memamerkan kekuatan Elemental di hadapan orang-orang, hanya untuk menunjukkan bagaimana sebenarnya pengetahuan itu digunakan dalam sebuah pertarungan, bukan sekedar untuk dihafalkan! Dan bahkan aku tidak perlu menutupi rasa malasku, karena Roy juga terlihat sama tidak bergairahnya denganku. Beberapa murid pun terlihat menggunakan buku untuk mengipasi dirinya. Karena sebelumnya adalah pelajaran olahraga, kurasa guru itu pasti memaklumi.

Beberapa minggu lagi adalah ulang tahun sekolahku dan selebaran-selebaran lomba mulai ditempel di seluruh mading – termasuk juga mading kelas. Slogan satu kelas harus kompak, sekarang seakan tidak ada habisnya diucapkan. Kami tentunya kompak untuk beberapa hal, terutama menyontek PR dan tugas. Tapi bukan itu yang terus mengusikku jika berada di kelas ini. Belum pernah sebelumnya aku berada di situasi yang menjengkelkan seperti ini, ketika seseorang memanggil namaku dan aku berbincang dengannya padahal aku tidak bisa mengingat jelas siapa dia. Beberapa bulan sudah aku berada di sini dan tentunya tidak mungkin jika aku masih belum mengenali wajah setiap murid kelas ini. Tapi kenyataannya, aku terus saja hanya sekedar berpura-pura akrab pada mereka. Terkadang mereka marah padaku karena begitu mudahnya aku lupa dengan mereka. Namun demikian aku masih bisa mengenali dengan baik beberapa yang dekat denganku.

Ternyata, hidup ini menjadi amat membosankan ketika kita tahu bahwa semua yang akan didapatkan adalah semu. Begitu aku menjadi Ruft, yang tersisa paling hanya beberapa jam film pendek tentang kenangan-kenangan itu. Maka dari itu aku tidak butuh ingatan yang tidak penting.

***

Sherry pun melangkah turun, saat roda motor telah berhenti berputar tepat di depan pagar rumahnya.

“Heinrik”, dia memanggil.

Aku berbalik ke arahnya, “Huh? Ada apa?”

“Kau takut padaku?” Dia berdiri tepat di hadapanku. Matanya berkilat tajam, menatapku serius.

“Tidak”, kataku, berusaha untuk tetap terlihat normal – menyamarkan gugup yang menjalariku akibat tatapan matanya itu.

“Lalu kenapa menghindar?”

“Menghindari apa?”

Sherry menghela nafas, “Sudah kubilang kan: aku tidak sehebat itu bisa tahu semua hal yang kau pikirkan. Sekarang katakan padaku, siapa Ruft?”

Aku diam sebentar, memikirkan sebuah jawaban yang dapat menghilangkan keingintahuannya itu. “Temanku”, kataku kemudian, “Kenapa kau ingin tahu tentang dia?”

“Karena aku ingin tahu apa yang terjadi padamu; kau berubah”.

Aku tersentak kaget, tapi kemudian cepat-cepat memasang senyum, “Benarkah?”

Sherry sepertinya tidak senang mendengarnya; wajahnya berubah masam. “Baiklah, jika kau memang tidak ingin cerita, aku tidak akan bertanya”, serunya kesal, “Jangan buat aku berpikir bahwa kau adalah orang lain”. Sherry menatapku lekat; aku tetap bertahan untuk tidak berkedip—atau dia akan mendapatkan apa yang ingin diketahuinya. “Heinrik tidak pernah berbohong padaku”. Sherry lalu berbalik, berjalan masuk ke rumahnya. Aku hanya menatap saja sayu langkahnya yang kian menjauh.

Maaf, aku punya alasan tersendiri, yang tidak bisa kukatakan sekarang.

***

Jika malam tiba, maka aku berganti menjadi pribadi yang lain. Melihat semua hal dari mata Ruft tanpa berdaya untuk mengendalikan keadaan, membuatku berpikir seakan-akan dia memang nyata. Tapi aku tidak terima itu, karena aku lebih nyata dari dia – yang bahkan hanya muncul di mimpiku!

Setiap harinya aku terus bertanya kapan Fenrir, serigala yang waktu itu datang menemuiku, akan datang lagi dan memintaku untuk ikut bersamanya. Separuh dari diriku pasti akan muncul ke permukaan. Kalau sudah begitu, akankah aku masih bisa menolaknya?

Malam demi malam, dan kuharap sekali saja aku bisa tidur tanpa harus bermimpi. Walau aku tahu bahwa dengan bermimpi aku akan memberi ruang untuk ingatanku sendiri, tapi tidaklah gampang untuk menutup mata dan menghadapi dunia yang tidak kukenal itu. Dalam mimpi aku akan melihat kehidupan Ruft; di langit-langit kamar aku melihat kehidupanku sendiri.

Semua hal telah jelas, tapi aku butuh waktu untuk memutuskan.

Cahaya ponsel berkelap-kelip di atas meja di sampingku. Dia terus berdering; aku terus menatap langit-langit. Namun beberapa saat kemudian aku menjulurkan tangan meraihnya.

Aku mengamati sebuah nama yang tertera di layarnya.

Richard? Richard yang mana?

Aku berpikir sebentar. Ah—dia. Tapi aku menatap saja kelap-kelip lampunya, dan bahkan tidak memiliki minat untuk menjawab suara dering-nya.

Kemudian aku pun bangkit dan duduk di pinggir tempat tidur. Aku melirik ke arah meja kecil di sampingku. Kubuka laci-nya, lalu kumasukkan ponsel tersebut ke dalamnya. Ini sudah larut malam, dia harusnya tahu aku berada di belahan dunia yang berbeda dengannya.

Aku lalu bangkit berdiri, berjalan ke arah meja belajar. Kuraih helm di bagian paling atasnya, dan berjalan meninggalkan kamar, setelah sebelumnya menyambar kunci motor di atas meja serta jaket yang tergantung di balik pintu.

Ketika menuruni tangga, suara televisi di ruang keluarga semakin jelas terdengar.

“Kau mau kemana?” Aku berpaling sebentar, mendapati ayah yang sedang berbaring, dengan remote televisi di tangannya. Di layar kaca, terlihat seorang reporter wanita yang berdiri dengan latar belakang rumah yang ambruk akibat tanah longsor.

“Jalan-jalan—aku tidak bisa tidur”.

“Kau pikir sudah jam berapa ini?” Aku mengarahkan pandang ke arah jam di atas televisi; jarum pendeknya berada di antara angka satu dan dua belas. “Jadi ini yang kau lakukan setiap malamnya di sana? Membalap? Mau jadi apa kau ugal-ugalan seperti itu?”

Aku diam menunduk. Mau jadi apa? Entah ayah sekedar bermain-main dengan kalimat itu atau dia memang telah lupa sama sekali, “Menurut ayah, aku bisa jadi apa nanti?”

Ayah langsung membeku, tidak berkata apa-apa—tatapannya hanya tertuju pada layar kaca. Berita di televisi telah berganti menjadi liputan tentang tawuran antar sekolah. Karena ayah tidak kunjung memberi jawaban, aku memutuskan bahwa itu artinya dia mengiyakan saja. Namun kemudian, ketika aku akan melangkah pergi, kudengar ayah mengehela nafas, dan berkata dengan canggung, “Anak muda—mereka selalu penuh energi”.

Aku tidak jadi melangkah pergi; ayah jelas sedang meledekku, dan seperti biasa, berusaha mematahkan niatku dengan menarikku dalam perdebatan logika. Aku tersenyum sinis, lalu balas berkata, “Orang tua—selalu menonton berita sampai larut malam”.

Tak kusangka ayah justru tertawa mendengarnya. Dia kemudian berkata, “Dulu ayah juga melakukan hal itu pada kakekmu”.

Terus? Apakah aku harus peduli?

“Hati-hati buka pintu garasi-nya; jangan sampai ibumu bangun”.

Aku tidak mengerti, “Kupikir ayah akan melarangku”.

“Dulu juga ayah pikir kakekmu akan marah ketika ayah membalasnya seperti itu”. Alisku terangkat heran mendengarnya—apa hubungannya denganku? “Jika kau bisa memertahankan keputusan yang kau percayai, apa yang bisa ayah lakukan?”

***

Jika berada dalam kecepatan tinggi, pikiran dipaksa untuk fokus. Tidak ada hal lain yang dapat kau pikirkan kecuali sensasi aliran udara yang menerjangmu. Adrenalin akan membuat jantungmu berdegub cepat, memberikan sensasi ketegangan yang menggairahkan. Kau bahkan akan merasa beratmu hilang, seakan kau adalah kecepatan itu sendiri.

Pada jam selarut ini, jalanan begitu sepi. Tidak ada lampu merah di persimpangan-nya, hanya lampu kuning yang berkedip-kedip redup – jadi tentunya tidak apa-apa menerjangnya. Jikalau ada polisi lalu-lintas yang tidak berkenan dan memutuskan untuk mengejarku, kupikir justru akan menjadi suatu hiburan tersendiri.

Memasuki jalan lintas kota, aku tidak lagi menahan diri. Aku melirik speedometer-ku: sudah mencapai angka 110km/jam. Segera kunaikkan perseneling menjadi gear empat.

Ini aneh, tapi aku tidak mengerti kenapa begitu. Ketegangan yang kurasakan tidak sama seperti dulu. Rasanya ada yang hilang. Bukan karena tidak ada uang taruhan sehingga kau juga akan memertaruhkan harga diri untuk kecepatan yang sanggup kau tembus, tapi ini rasanya— kosong.

Huh?

Aku seketika berbalik, menengok ke belakang. Tidak ada siapa-siapa ternyata. Mungkin hanya perasaanku saja; dengan kecepatan ini mustahil seseorang bisa mengejarku tanpa terdengar deru mesinnya. Tapi tadi sangat dekat, tepat di balik punggungku. Dan bahkan itu lebih tidak mungkin lagi; untuk apa dia menempel di balikku dan terus mengawasiku? Ini pasti hanya paranoia—Ruft hanya ada di mimpiku!

***

Roda motor telah berhenti di depan pagar rumahnya, namun kali ini Sherry enggan untuk turun, berkeras untuk tetap berada di boncengan. Dia bersandar di punggungku, diam dan menunggu. Jantungku berdegub cepat, dan apakah karena itu ia tidak ingin turun? Untuk mendengar panik yang berdetak semakin cepat itu?

“Kenapa kau hanya diam?” Sherry akhirnya berkata, dengan kalimat yang terdengar lirih, “Kenapa aku tidak boleh tahu?”

Jadi dia pun akhirnya tahu bahwa aku menyembunyikan hal tersebut darinya? Setiap harinya semakin berat saja, dan entah apakah aku masih bisa berkelit kali ini. Mungkin aku memang harus mengakui itu, tapi aku ingin menunggu sedikit lagi.

“Yang menunggu itu sebenarnya kau atau aku?” ujar Sherry lagi.

Gelisah dan khawatir telah menjadi satu saat ini, oleh lembut kalimatnya yang justru terdengar tajam mengiris-iris itu. Aku hanya sedang menunggu saat yang tepat, itu saja.

“Kenapa?” Sherry bertanya lagi.

Aku menelan ludah; rasanya begitu menyesakkan setiap kali ia mengucapkan kalimat-kalimat tanya itu.

“Kenapa?”

Lagi-lagi kalimat tanya itu. Pasti akan kuberi jawabnya jika waktunya sudah tiba. Hanya saja saat ini….

“Saat ini kenapa?”

Aku diam; pikiranku mendadak buntu. Untuk apa dia terus bertanya-tanya jika dia tahu apa yang ada dalam pikiranku?

“Kalau begitu tanyakanlah”, katanya cepat, “Tanyakan kenapa aku sangat ingin tahu apa yang terjadi padamu”.

Aku diam untuk beberapa saat lamanya, memikirkan maksud ucapannya. Dan akhirnya aku pun menanyakannya juga, “Kenapa?”

“Sama denganmu”, Sherry berujar ringan, “aku takut cara pandangmu terhadapku berubah”.

Pikiranku mendadak kacau; itu alasan utama yang membuatku enggan untuk memberitahukan hal tersebut! Jadi ternyata dia juga tahu itu!?

“Jadi, apakah sekarang kau mau memberitahukanku kenapa?”

Jika memang semudah itu mengatakannya….

Andaikan saat ini aku berjanji untuk menemanimu di setiap pilihan yang kau ambil, akankah kau mau mengatakannya padaku?”

Aku tertegun kaget. Tidak mungkin…. Apakah dia juga tahu tentang janji itu?! Lalu kenapa dia juga sampai berpikiran membuat janji seperti itu? Aku tidak mengerti; aku bisa saja dengan mudah menyanggupinya—bukankah itu timbal-balik yang seimbang? Tapi aku juga terlalu takut untuk terus menambah kenangan indah bersamanya—bagaimana jika suatu saat nanti ternyata ingatan tentangnya tak lebih dari sekedar bayang-bayang kabur? Tidak apa-apa walau hanya berupa potongan kecil, asalkan aku bisa mengingatnya dengan jelas dan nyata. Dan kalau ingatan itu hilang perlahan….

“Baiklah, kalau begitu―sampai nanti”, ujar Sherry. Dia turun dari boncengan, dan mulai melangkah pergi meninggalkanku.

Panik dengan cepat mengambil kendali kesadaranku. Aku belum selesai memutuskan! Dan dia bahkan telah pergi, secepat itu? Kalau begini caranya aku akan segera melupakan semua ingatan tentangnya bahkan sebelum menjadi Ruft sekalipun! Jantungku berdegub kencang menyadari hal tersebut: Ini bukan perpisahan yang seharusnya terjadi!

“Sherry, tunggu!” aku turun dan berlari mengejarnya.

Sherry pun mengehentikan langkahnya. Dia berbalik, menungguku dengan seulas senyum.

“Jadi, apakah akhirnya aku boleh tahu?”

Aku berhenti, dengan nafas yang masih terengah-engah. Ini tidak akan sulit, aku hanya perlu berkata bahwa, “Aku…,” namun mendadak aku tidak bisa berkata-kata lagi. Di langit biru, sebuah bongkahan yang berselimut kobaran api telah merenggut perhatianku. Aku bergidik ngeri; tidak mungkin secepat itu dia datang menemuiku, kan? Lalu apakah itu artinya aku harus segera merelakan semua ingatan-ku sekarang?

“Ada apa?” Sherry berpaling ke belakang, mengikuti arah pandangku.

Benda itu melesat cepat jatuh dari langit, dan bahkan langsung menuju ke arah kami. Aku bergerak refleks menarik Sherry untuk tiarap. Sedetik kemudian benda itu jatuh tidak jauh di belakang Sherry. Tanah langsung bergetar hebat ketika ia menghantam bumi. Puing bangunan berserakan, berhamburan ke segala arah. Debu-debu mengepul kemudian, menutupi pandangan mata.

Aku menyibak kabut debu tersebut, dengan satu gerakan ringan ayunan tangan, dan hembusan angin pun membawanya pergi menjauh. Ketika kembali mengarahkan pandang ke angkasa, kutahu bahwa bongkahan tadi hanyalah sebuah pembukaan saja. Satu-persatu lubang-lubang hitam tercipta di langit, dan satu demi satu pula bongkahan membara itu dimuntahkan.

“Meteor?” tanya Sherry, sambil terbatuk-batuk.

“Bukan”, jawabku cepat. Perhatianku masih tidak teralihkan dari satu lubang hitam terbesarnya. Ada empat simbol Ewashj kuno yang mengelilinginya, yang merefleksikan makna dari air, api, tanah, serta angin. Tapi dari pada itu, aku tidak habis pikir berapa banyak lubang hitam lagi yang akan terus tercipta seperti itu? Ini saja bahkan adalah jumlah yang teramat banyak, memenuhi langit dengan teror kengerian. Bagaimana mungkin bisa sebanyak itu pejuang Ewashj yang gugur? Lalu yang terbesar itu bahkan adalah Ewashj dengan tingkatan tertinggi! Ada apa sebenarnya? Terlalu berlebihan; dunia luar bisa rusak jika ia menggunakan inti kekuatan mereka seperti ini—bukankah Raha ingin memakai Bumi ini sebagai tubuh Terra?

A—ayah?”

Aku berpaling pada Sherry, ia membelalak kalut ketika mendapati rumahnya telah luluh lantah. Tanpa pikir panjang ia segera berlari menuju puing-puing sisa rumahnya itu. Kemudian, sebuah bongkahan lagi melesat jatuh dari langit, langsung ke arahnya. Ini gila; Sherry berlari menyongsong maut!

Aku bergerak cepat memanipulasi aliran udara dengan energiku. Pusaran udara kemudian tercipta dan memusat pada satu titik. Dengan cepat ia memampat hingga menjadi sebuah bola udara dengan tekanan ekstrim. Aku lalu melesatkannya langsung ke arah benda berkobar itu. Ledakkan keras yang memekakkan telinga pun tercipta saat keduanya beradu, yang bahkan membuat udara di sekitar ikut bergetar. Sherry tersungkur jatuh karenanya, dan aku pun segera berlari menghampirinya.

Ayo—kita harus pergi dari sini”, aku membantunya untuk berdiri.

“Tidak…. Ayahku—dia masih….” Sherry terbengong, menatap kosong ke arah rumahnya.

Dia tidak mungkin selamat”, kataku, memanggulnya untuk berjalan.

“Tidak—dia….”

“Ayahmu pasti ingin kau terus hidup. Kita harus segera pergi dari sini secepatnya”.

Sherry beralih sebentar ke arahku, “Tapi—dia kemarin….”, dan ia pun terisak setelahnya; dia tidak akan bisa terus memungkiri kenyataan jika melihat kondisi rumahnya yang rata dengan tanah seperti itu.

Kuberdirikan motorku, dan untunglah mesin-nya tidak apa-apa. Aku lalu membatu Sherry naik ke boncengan dan kami pun melaju kencang.

Seluruh langit terlihat dipenuhi lubang hitam. Deretan ledakan dari muntahan lubang-lubang hitam itu terus menggetarkan tanah. Tidak hanya aku yang berpikir untuk melarikan diri dari situasi ini; juga tidak hanya aku yang tidak tahu harus pergi ke mana. Mungkin suatu tempat, jauh di luar kota, aku akan terbebas dari pemandangan langit yang menyeramkan ini.

Sudah waktunya”. Suara itu menggaung dalam kepalaku, suara yang sama dengan yang kudengar di Ingatan. Tapi aku mengacuhkannya dan tetap fokus mengemudi.

“Lari dan terus berlari—tidak ada tempat untuk lari”.

Diam!

Sekarang, katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya”, Sherry berkata tiba-tiba.

Aku diam sebentar, namun kemudian kuputuskan untuk memberitahu apa hal sebenarnya di balik kegilaan ini. “Raha—”, aku menelan ludah—betulkah tidak apa-apa dia mengetahuinya? Namun aku kembali berkata, dengan suara bergetar, “dia datang untukku; dia butuh aku”.

“Siapa dia? Siapa yang tadi kau ajak bicara? Dan siapa Ruft?”

Aku kembali terdiam. Nyaliku bersembunyi jauh dari jangkauanku. Jika aku menjawabnya, Sherry akan tahu kebenaran tentang diriku. Dia mungkin memang sudah tahu, tapi itu abstrak. Jika aku membiarkannya tahu dengan cara itu….

“Kalau begitu, bisakah kau beritahu aku di mana Heinrik yang selama ini bersamaku?”

Sial, rasanya sakit sekali mendengarnya. “Aku masih Heinrik”, kataku, “Setidaknya sampai saat ini”.

“Hanya itu? Masih ada yang lainnya, kan?”

Aku kehilangan ingatanku sedikit demi sedikit sampai….”

“Sampai kau benar-benar menjadi Ruft?” sambung Sherry.

Jadi memang percuma menyembunyikan itu dari pengetahuannya? Tapi aku tidak mengerti; jika dia memang sudah mengetahuinya kenapa harus berpura-pura tidak tahu?

“Itu karena aku takut semuanya tidak bisa kembali seperti dulu”, Sherry mendekapku lebih erat, “Aku tak mau lagi kehilangan”.

Semua yang tertangkap pandangan mataku berubah sayu. Orang-orang yang berlarian panik, juga kemacetan yang mulai memadati jalan, seakan berada di dunia yang berbeda. Kalimat yang diucapkan Sherry barusan, aku mengerti betul perasaan itu; aku juga tidak ingin merasakan kehilangan. Ternyata perasaan takut kehilangan itu amat mengerikan, setiap harinya teror itu terasa makin menyesakkan dada. Dan jika semuanya memang akhirnya harus hilang, aku….

Aku tercengang kaget. Atmosfer ini—rasanya ada sesuatu yang menekan kuat dari langit. Aku menengok sebentar, mendapati lubang hitam terbesarnya tengah dilalap kobaran api dahsyat. Sesuatu berpijar dari dalamnya, dengan lidah api yang begitu ganas dan liar. Energi yang panas menyengat ini….bahkan sampai Sarkan, penguasa dunia Ewashj Api juga telah takluk?!

“Tuan Ruft, Anda yang saat ini belum mampu untuk mengalahkannya”.

Aku tahu.

Lalu inti kekuatan itu pun dimuntakahkan. Jika daya hancur dari energi perusak yang dihamburkannya sudah terasa menyengat seperti ini, dampak yang bisa ditimbulkannya nanti tidaklah terelakkan setidaknya untuk radius beratus-ratus kilometer jauhnya.

“Sherry, pegangan yang erat”, kataku, ketika menemukan bahu jalan yang lapang. Aku lalu memiringkan motor sambil melakukan panic breaking. Putaran roda terkunci; aku berusaha mengendalikan gerakan motor agar tidak selip. Beberapa detik kemudian motor pun telah berhenti sempurna, bersamaan dengan debu yang terlempar ke udara.

“Ada apa? Kenapa berhenti?” tanya Sherry, terdengar agak sedikit gelisah dan cemas. Tapi ia pun turun juga dari motor.

“Tidak ada tempat untuk lari”, aku mematikan mesin, menengok sebentar ke arah datangnya inti kekuatan Sarkan tersebut. Pikiranku dengan cepat mengkalkulasikan kecepatan dan momentum pijar bola api itu.

Baiklahberikan sedikit lagi ingatan itu; banyaknya cukup sekedar untuk mengalahkannya, tidak lebih.

“Tapi Tuan Ruft….”

Berhenti memanggilku dengan nama itu!

“Dengan hormat, hentikan keras kepala Anda. Sekalipun bisa mengalahkannya, Anda akan terluka parah karenanya”.

Lakukan saja! Hanya hapus yang sudah tidak kubutuhkan.

“Heinrik?” panggil Sherry.

Aku berbalik. Dia terlihat kusut; menatapku dengan sorot mata yang redup.

Aku tersenyum, “Tidak apa-apa”, kataku.

Aku tersentak; kepalaku mendadak serasa ditindih beban berat. Keseimbanganku goyah, membuatku hampir terjatuh.

“Heinrik!” Sherry berseru takut.

Tapi aku memberi kode padanya untuk tidak khawatir. Memang selalu seperti ini, sensasi yang sama dengan sebelumnya: ingatan Ruft dipaksakan masuk mendesak ingatanku sendiri. Kelebatan bayangan itu naik ke atas panggung, mementaskan gambaran masa lalu Ruft, acak dan terus berganti-ganti dengan cepat, berputar-putar bak pusaran angin. Pembuluh-pembuluh dalam tubuhku pun seakan bangkit dari hibernasi-nya, memompakan lebih banyak kekuatan ke seluruh tubuh, memperbesar kapasitas tampung energi murni.

Tanganku masih mencengkram erat kepala yang berdenyut-denyut ini. Energi murni mengalir, merembes ke dalam tanah. Lalu dengan satu ayunan tangan dariku, unsur-unsur keras dalam tanah telah diikatnya, dan ia pun menjulang tinggi, naik sebagai sebuah tembok setinggi kira-kira tiga meter. Dengan cepat ia melengkung, berubah menjadi selubung yang mengitari Sherry, yang akan mengamankannya dari dampak serangan yang akan kukerahkan. “Berlindung di sini”, ujarku.

Aku kembali menatap ke arah datangnya inti kekuatan Sarkan; dalam hitungan detik dia akan segera menghantam. Aku menggapai keberadaan tiap sel tubuhku, memperdengarkan tiupan terompet perang pada mereka. Mereka seketika menjawabnya dengan memacu diri, deras mengalirkan keluar energi murni, hingga aura tipis pun mulai tercipta menyelimutiku. Tapi jumlah ini belumlah cukup; segel-segel pengaman, yang dibentuk oleh kekuatan untuk mengendalikan aliran energi murni tubuh, kubiarkan terbuka, dan aliran energi murni itu pun menbanjir tanpa tertahankan lagi. Namun dengan 94% energi murni yang kukerahkan, tubuh ini terpaksa harus menerima beban balik yang kuat. Hanya ada satu kesempatan dan aku tidak boleh gagal.

Aliran energi itu dirombak menjadi Elemental Dasar: Peralihan, dan menarik konsentrasi unsur karbon ke lengan kananku. Sisa energi itu berubah menjadi Elemental Dasar: Perusak, yang haus ingin melahap semuanya dengan hantaman daya hancurnya yang kian menjadi-jadi. Lalu Elemental Turunan: Elemental Ledakkan, adalah pemicunya untuk membebaskan daya hancur itu, pada satu serangan penentu nanti.

Tubuhku kini menjadi semakin tidak seimbang seiring menipisnya jumlah energi murni yang dirombak. Aku mengangkat kepala, menatap lurus ke depan. Terakhir, kupakai energi murni itu untuk membantu pergerakan, dengan membuat otot-otot tubuh lebih rileks dan tidak kaku. Lalu aku pun bertolak, melesat cepat menyonsong pijar bola api itu. Aku melompat, menyambut kedatangannya dengan satu pukulan kuat. Daya hancur di lengan kananku meledak keluar tak tertahankan, dan sebuah ledakkan akibat tumbukan dua kekuatan pun berdentum memekakkan telinga. Tanganku bergetar hebat, darah segera merembes ke luar dari pembuluh-pembulus halusnya. Rusukku tertekan, yang kemudian juga menekan paru-paruku. Organ-organ dalamku memakai sisa energi murni untuk memproteksi diri, tapi terlalu berlebihan dan justru mengacaukan aliran energi murni dalam tubuh – aku bahkan sudah tidak mampu lagi mengendalikan sirkulasi energi murni tersebut.

Ledakkan tersebut membuatku terpental kembali ke belakang. Saat itu, kusaksikan bahwa inti kekuatan Sarkan tidak hancur, melainkan berubah haluan dan menabrak tanah. Benturannya dengan bumi menciptakan hembusan kuat angin yang semakin jauh mementalkanku. Tubuhku menabrak selubung pengaman yang kubuat untuk Sherry. Lajuku sedikit berkurang karenanya, dan aku pun terjatuh terseret di tanah.

Aku terbaring tak berdaya, merasakan permukaan bumi yang terus bergetar luar biasa. Bangunan-bangunan yang terkena hambusan angin ledakkan tadi terlihat begitu mengenaskan; semuanya hampir rata dengan tanah. Retakan-retakan tanah bahkan mulai terbentuk di mana-mana, membuat patahan-patahan yang dalam dan semakin meluas. Selain gemuruh yang berasal dari dalam perut bumi, kota ini sekarang sunyi; bahkan angin pun enggan berhembus.

Sherry tergeletak pingsan tidak jauh dari tempatku berada. Ada bercak darah di pelipisnya. Aku berusaha bangkit berdiri untuk menolongnya, tapi bahkan aku tidak bisa menolong diriku sendiri. Tubuh ini rasanya berat dan hampir-hampir tidak bisa digerakkan. Matahari begitu pedih dan menyilaukan. Dan aku bahkan tidak kuat lagi untuk bertahan terus membuka mata. Aku lelah; aku hanya ingin tidur sebentar saja. Tapi kemudian, di saat aku hendak menutup mata, kulihat seseorang berjalan mendekat menghampiriku. Aku tak bisa melihatnya dengan jelas; cahaya matahari itu membutakanku.

Langkahnya berhenti tepat di depan wajahku. “Telah kusaksikan hal memalukan yang kau tampilkan”, dia bergumam, berkata dalam bahasa Anãçcΐa kuno: bahasa yang seharusnya sudah musnah, tapi bahkan aku mendengarnya seperti bahasa yang biasa kugunakan sehari-hari.Inikah adikku?” katanya lagi, Betapa lemahnya”. Dia kemudian menendang perutku, hingga membuatku terhempas jauh ke belakang.

Aku terbatuk dan memuntahkan darah. Telingaku berdengung, pandanganku mengabur dengan cepat. Dia kini terlihat tidak lebih dari sekedar siluet samar. Lalu, sejenak kemudian semuanya pun telah menjadi hitam gelap.
Read more...

Klan keluarga naga

Sosok di langit itu semakin dekat dan kini telah terlihat jelas bahkan untuk mata manusia biasa. Sayap mereka adalah selaput kulit tipis, yang melekat pada tungkai di balik punggung. Cakarnya tajam, melengkung bagai arit. Tubuh mereka dipenuhi lapisan sisik-mengilat hingga ke bagian ekor, juga berderet-deret duri tajam, yang membuatnya terlihat seakan memakai baju zirah. Mereka terbang dengan lengan merapat di badan; ekor kuatnya terus saja mengibas-ngibas liar.


Bangsa naga adalah barisan pelindung utama Gaia. Walau mereka tidak sekuat kaum Ewahj, tapi karena mobilitas mereka yang tinggi, mereka menjadi salah satu kekuatan tempur utama dalam peperangan antara Terra dan Gaia dulu sekali. Sebenarnya, klan keluarga naga awalnya hanya ada dua: klan keluarga Elder, dan klan keluarga Levdra. Dalam perang kala itu, klan keluarga Elder memiliki wewenang sendiri, terpisah dengan klan keluarga Levdra yang biasanya bertarung bersama para Ewashj.



Klan keluarga Levdra
Klan keluarga Levdra adalah klan naga kuno, yang mengisolasi diri setelah berakhirnya perang. Mereka lebih kuat dari klan keluarga Elder, dan juga lebih buas. Yang membedakannya dengan klan keluarga Elder, mereka lebih penyendiri. Sementara klan keluarga Elder mulai merajai dunia luar dan membangun peradaban, klan keluarga Levdra kembali ke alam. Dalam cerita kali ini mereka memang sama sekali tidak disebut-sebut.

Klan keluarga Elder
Berbeda dengan klan keluarga Levdra, klan keluarga Elder memiliki tingkat kemampuan berpikir lebih tinggi. Mereka memiliki peradaban, sesuatu yang tidak dimiliki klan keluarga Levdra yang lebih mirip makhluk buas. Satu hal yang harus digaris-bawahi, walaupun namanya klan keluarga Elder, di dalamnya ada lebih dari satu jenis ras naga (begitu juga dengan klan keluarga Levdra). Berikut adalah nama-nama ras yang memisahkan diri dari klan keluarga Elder.

Klan keluarga Balrark
Klan dari keluarga Balrark adalah klan yang lebih suka pertarungan fisik daripada bermain api, juga merupakan klan dengan ukuran tubuh terkecil—kira-kira dua hingga tiga kali tinggi manusia dewasa. Postur tubuh mereka yang ramping dan bentang sayap yang tidak terlalu lebar, menjadikan mereka salah satu klan petarung fisik terbaik.

Klan keluarga Mayiv
Ukuran tubuhnya adalah yang terbesar di antara naga-naga lainnya, tapi masih sedikit lebih kecil jika dibandingkan beberapa ras naga dari klan keluarga Elder. Warna kulit mereka merah bagai api, dengan duri-duri yang mencuat hampir di seluruh bagian tubuhnya. Mereka juga merupakan salah satu ras naga dengan resistesi serta pertahanan tubuh yang paling keras.

Klan keluarga Dimara
Walau klan keluarga Dimara merupakan tidak begitu baik dalam pertarungan fisik, di antara semua ras naga mereka memiliki api yang paling berbahaya, berwarna hitam kemerahan, hingga hitam kelam. Api ini bisa membakar, tapi yang ditakutkan darinya bukanlah panas api tersebut, melainkan energi perusaknya, yang bisa menyebabkan kerusakan aliran energi murni tubuh. Dalam sebuah formasi menyerang, fungsi mereka kurang lebih mirip sebagai ”sniper” yang men-support pasukan utama, atau terkadang bisa juga bergerak mirip ”tank utama penyerbu”.

Bentang sayap naga dari klan keluarga Dimara sangatlah lebar hingga membuat mereka begitu stabil ketika melayang di udara, terlebih saat mengincar lawan untuk memuntahkan hantaman semburan apinya. Tubuh mereka berwarna hitam-kebiruan, dengan tiga tanduk yang mencuat di kiri-kanan belakang kepalanya serta di atas dahinya.


Klan keluarga Egarf
Klan dari keluarga Egarf adalah penerbang terbaik, yang terkenal dengan atraksi manuver terbangnya yang begitu ekstrim. Mereka tidak terlibat hampir dalam semua formasi bertarung yang bersifat frontal. Walau demikian, biasanya mereka dibebankan tugas sebagai pasukan pemburu, untuk menghabisi sisa-sisa pasukan musuh yang melarikan diri. Terkadang juga sebagai patroli udara dan pembawa berita.

Sosok mereka agak tidak biasa dibanding sebagian besar klan keluarga lainnya. Penampilannya tidak terlihat garang, melainkan ramping dan anggun, dengan bulu-bulu putih-biru yang lembut.



Read more...

Jun 29, 2010

S-04 "Starlight"

Sesaat ketika mereka telah berada di dalam, pintu lambung belakang mulai terangkat dan menutup perlahan. Roy melompat turun di saat Reno sedang mencari tempat untuk parkir. Hentakan kakinya di lantai logam bergaung ke segala penjuru pada ruang barang itu. Ruangan itu terbilang amat luas, yang secara keseluruhan merupakan lantai dasar pesawat—dan ‘Starlight’ bahkan memiliki daya angkat yang sanggup membawa hingga enam kendaraan tempur lapis baja pengangkut infantri.

Semua pesawat berserial “S” keluaran Roufra dirancang dengan menggabungkan konsep pesawat kargo dan aircraft commander. Lantai dasarnya secara keseluruhan adalah ruang kargo, dari ujung depan hingga ekor. Ia memiliki daya angkat yang sanggup membawa hingga berat total 100.000 Kg. Lantai dua adalah ruang komando yang terhubung dengan lantai tiga. Sebagai ruang kemudi, pada lantai tiganya, ia memiliki dinding kaca yang memberikannya pandangan sejauh 180 derajat untuk memberikan pengamatan menyeluruh ketika berada di angkasa. Lantai dua dan tiga-nya merupakan bagian yang terpisah dari kargo, di mana dalam keadaan terdesak ia dapat melepaskan badan kargo-nya tersebut, dan melesat melarikan diri sebagai unit pesawat mandiri, dengan kecepatan mendekati Mach 2.

S-04 yang dimiliki Wingzet adalah varian dari protype S-00 yang memiliki kelebihan dalam kecepatan, daya jelajah, juga efisiensi bahan bakar. Dibandingkan dengan saudaranya yang lain, ia terbilang tidak lah begitu besar. S-04 dilengkapi dua pasang turbin jet tambahan, masing-masing pada bagian depan dan belakang sayapnya—sedikit lebih ke bawah. Turbin jet tambahan ini bisa bergerak memutar 180 derajat, yang digunakan untuk mengontrol pendaratan, membantu pengangkatan pesawat, juga untuk membantu pengereman. Pada modifikasi yang dimiliki S-04, turbin jet tersebut memungkinnya untuk mendarat/lepas landas secara vertikal, di mana hal tersebut memungkinnya untuk beroperasi pada hampir semua jenis terain, pada panjang landasan terminim sekalipun. Kendati mampu mendarat/lepas landas secara vertikal, S-04 sebenarnya tidak berbeda jauh dengan pesawat konvensional yang dirancang untuk beroperasi pada landasan panjang.

S-04 dilengkapi dengan Solid Rocket Booster (SRB) di ujung ekornya yang membuatnya bisa bersaing dengan pesawat sejenis jet tempur—tetapi penggunaan SRB tidaklah mutlak sebagai daya dorong utama, dan biasanya hanya digunakan pada manuver terbang melarikan diri dikarenakan bahan bakar SRB yang terbilang sangat mahal.

Kelebihan lain yang dimilikinya adalah mampu melakukan pengisian bahan bakar di udara, yang memungkinnya untuk tetap berada di angkasa selama kurang lebih 36 jam sebelum diharuskan turun untuk maintenance mesin. Digabungkan dengan thermal protector untuk menghalau misil, juga ranjau udara yang dimilikinya, semua pesawat berserial "S" dari Roufra sering dijuluki juga sebagai “Sky Fortress”—namun demikian mereka tidak dirancang untuk memiliki persenjataan jenis apapun, karena pesawat jenis ini bukan lah tipe fighter.

Trivia: konsep “Starlight” di edit-9 ini lebih sederhana daripada versi edit sebelumnya. Pada versi sebelumnya starlight bukanlah pure pesawat kargo, dengan ukuran yang luar biasa besar. Bentuknya yang sekarang tidak jauh beda dengan pesawat konvensional, dengan ruang kemudi terletak di bagian ekor—yang versi terdulu mirip pesawat supersonic, dengan bagian lambung menggembung untuk kargo.


NB: Gambar menyusul :P

Read more...

Apr 4, 2010

edit 4

Aku mulai saja dari edit 4 yak ^^

Edit 4 adalah tahap ketika aku memutuskan bahwa plot cerita-nya telah fix. Selesai kalau tidak salah pada April 2007 (waktu kelas 2 SMA). Lalu apa yang membuat aku terus melakukan editing sampai edit ke-9 seperti sekarang ini? Tentunya ada banyak pertimbangan....

Kau tahu, pada kenyataannya yang dibutuhkan dunia tulis-menulis (terutama genre fantasy) adalah pengalaman hidup. Manusia tidak bisa menembus batas yang bahkan disentuhnya saja belum. Maka dari itu faktor kebijaksanaan memegang peran kunci di sini. Dengan kebijaksanaan itu kau bisa membuat sistem logika yang lebih believable hingga karakterisasi yang lebih meyakinkan. Karena itulah, tidaklah sulit melihat umur seorang pengarang jika meninjau pola pikir dalam karangannya (apa lagi penulis remaja hingga dewasa muda). Sampai pada point ini, akhirnya aku memutuskan untuk menunda penerbitannya, karena masih banyak hal-hal yang belum bisa kunalar dengan baik. Sejak saat itu aku melakukan riset besar-besaran terhadap tingkah laku "lingkungan & sistem" di sekelilingku. (Bukan sesuatu yang kuanjurkan karena pada akhirnya aku sadar bahwa yang kulakukan itu memiliki dampak yang tidak baik bagi diri sendiri)

Cover! Aku masih memakai cover buku yang sama dengan sekarang. Temanku (Fidyastina) yang buat sketsa-nya atas permintaanku—untungnya dia tidak merasa direpotkan^.^) Banyak orang yang bilang itu agak, ehm, porno? Jika kembali pada konsep dasarnya, aku akan berkata itu sama sekali tidak benar. Tapi sayangnya aku tidak mungkin memaksa orang lain untuk sejalan dengan pikiranku. Entahlah, aku hanya tidak bisa memikirkan hal lain yang lebih mewakili konsep cerita secara keseluruhan... tapi nanti aku akan berusaha menghilangkan kesan itu,,, semoga ~_~")

Terus, jika sampai edit 4 cover-nya juga ternyata sudah fix, lalu apakah aku tidak terpikirkan membuat hardcopy-nya? Sebenarnya sih ada (tepatnya 3 buku). 1) di rumah orang tua-ku, 2) aku berikan pada guru bahasa Indonesia-ku (Ida Yunara) yang telah sangat membantu proses terselesaikannya novel ini, 3) aku lupa ada di mana, hahaha.... tapi mungkin ada di rumah eyangku. 3 buku itu diantar waktu aku sedang di rumah sakit gara-gara Demam Berdarah (perhatian: waktu itu aku sudah sembuh, tp ortu rewel suruh menginap di rumah sakit,,, boring..... T_T) Dan kau tahu, pada waktu itu aku tertawa saja ketika pihak percetakan menawarkan untuk melakukan editing.... WTF... emangnya mereka tahu apa tentang konsep dasar ceritaku? kecuali memang kalau hanya sekedar edit typography kurasa tidak masalah. Dan hasil jadi bukunya??? Tidak sesuai harapan T_T) Kualitas cover-nya malah lebih baik punyaku yang aku buat sendiri seadaanya, hahaha...

Yang menarik, ketika kuberikan pada orang tua-ku (novel ini sebenarnya kutulis untuk orang tuaku untuk ultah ke-17 ku^^) ibuku bilang: "Ceritanya tidak mem-bumi". Well, saat itu aku tidak mengerti maksudnya dan idealisme-ku masih kuat. (Hey, namanya juga fantasy!) Tapi kata-kata beliau itulah yang jadi dasar untuk edit 8 dan edit 9... Sebenarnya yang dimaksudkan itu adalah prinsip marketing pasar, dan unsur kenyamanan membaca. Pada edit 4 hingga edit 7, bahasa yang kugunakan terlalu sastra ~_~") Emang sih, skill menulisku sudah siap, tapi sekali lagi aku harus meninjau fokus cerita! Jika memang berkomitmen masuk penerbit, maka hal utama yang harus dilakukan adalah berbenah tata bahasa. (Kalian pikir seberapa banyak orang yang terhibur dengan karya setingkat Djenar dkk?) Di sinilah aku menyadari apa yang sebenarnya harus aku deliver ke pembaca... bagaikan tertohok, hahaha....

Nah, terkahir,,, "lalu apa yang membuatku memutuskan tulisan ini sudah layak terbit atau belum?" Sebenarnya, tentu tidak ada batasnya dalam hal editing, tapi kita harus memutuskan untuk berhenti pada titik tertentu. Jadi, tidak ada yang salah dengan ungkapan "tidak ada yang sempurna". Setiap kali aku berpikir skill menulis telah membentur umur (masalah pengalaman hidup) aku akan berhenti sebentar dan meng-evaluasi. Pada waktu edit 4 ini aku merasa Ancient baru bisa dibilang 60/100 dari target hasil yang kuharapkan.... Dan edit 9 yang sedang berlangsung ini point-nya sekitar 98/100 (kuharap aku bisa berhenti ditahap ini, hahaha)

Sip, sekian dulu, untuk sementara baru ini yang aku ingat. Masa-masa paling berat sampai selalu langganan dimarahi guru sama orang tua ~_~") Kebayang ga sih, tiap ada kelas aku hampir selalu tertidur, dan tidak pernah ketahuan guruku, wkwkwkwk

Read more...

Mar 25, 2010

sistem 'UEFV'

(Unification Electron Frequency Value)



“Di sekitar sini telah disebar elektron yang dihubungkan dan dikendalikan oleh ELLEN (Executor of Logic Logarithm Electron Network)”, Jimmy menjelaskan, “Salah satu fungsi utama sistem UEFV adalah untuk menerjemahkan bahasa. Ketika kau berbicara, sistem ini akan menyesuaikan input suara milikmu menjadi output suara yang bisa dimengerti orang yang mendengarnya – dan tentu saja bahasa yang sama tidak akan mengalami proses penyesuaian. ELLEN mengatur semuanya sesuai dengan entri yang dimasukkan. Untuk saat ini memang masih terbatas pada entri-entri ragam bahasa baku serta sedikit variasi pada ragam kalimat.



Ada beberapa versi sebelumnya mengenai sistem UEFV. Pada edit 6 ke bawah sistem ini malah terlalu maju, jadi aku memutuskan untuk mengurangi fungsi yang dimilikanya. Sebagai info saja, pada saat itu sistem UEFV juga memiliki sistem kubah elektron yang akan melindungi Wingzet dari makhluk liar dengan aliran Listrik. Too powerful, right?

Dengan mempertimbangkan kondisi masyarakatnya dan tingkat tekhnologi saat itu, maka aku memutuskan untuk membatasi fungsi UEFV hanya sebatas translator bahasa. Bagi kalian yang beranggapan bahwa teknologi ini masih terlalu maju, maka ketahuilah bahwa Google.Inc sebenarnya telah berhasil menciptakan sistem ini. Memang tekhnologi ini masih dalam kajian laboratorium, tapi teknologinya sendiri sudah bukan hal yang mustahil.

Jika kalian berpikir cara kerja translator seperti ini akan memberikan hasil yang mengecewakan karena traslasinya kacau, maka sebenarnya Anda harus mengoreksi diri sendiri terlebih dahulu. Sejak satu tahun lalu program translasi google mencapai tingkat keakuratan yang hampir 90% untuk Inggris - Indonesia dan 70% untuk Indonesia - Inggris. Persentasi ini sendiri makin harinya terus bertambah baik—saya menggunakannya secara aktif dan jarang sekali menemukan kesalahan translasi yang fatal). Tidak percaya? Cobalah....

Yang menjadi masalah sebenarnya adalah input yang Anda masukkan. Hampir semua orang yang berkomentar sinis tentang teknologi translasi ini sebenarnya memasukkan input tata-bahasa yang kacau! Semua orang yang berkecimpung di dunia lingustik tahu bahwa struktur bahasa Inggris dan bahasa Indonesia berbeda. Struktur bahasa Inggris mengharuskan pemakaian rumus minimal “Subyek + Verb”. Inilah masalah utamanya, di mana bahasa Indonesia tidak mengharuskan adanya verb untuk membentuk kalimat.

Lalu bagaimana caranya memakai program translator tersebut? Ubah dulu struktur tata kalimat bahasa Indonesia menjadi “Subyek + Verb”. Jika struktur-nya sudah sama, maka program translasi hanya tinggal mengkonversi kata dengan kata (dan Anda tidak perlu khawatir dengan tingkat keakuratannya). Untuk saat ini, saya amati bahwa Google Translator memakai bahasa Inggris sebagai acuan dasar bagi semua struktur bahasa. Tidak penting input bahasa yang Anda gunakan, tapi pastikan itu mengikuti struktur tata kalimat bahasa Inggris. Dan memang harus diakui bahwa hasil translasi ini terkadang tidak benar 100%. Di sini lah dituntut kejelian Anda dalam merekonstruksi ulang kalimat hasil translasi.

Nah, kembali mengenai sistem UEFV di Wingzet, sekarang saya meminta Anda untuk memperhatikan pola kalimat milik Jimmy Nogard dan Richard Anderson. Pola kalimat seperti itulah yang sering terjadi jika Anda mentranslate dari Inggris ke Indonesia menggunakan Google Translator (dengan terlebih dahulu membetulkan struktur kalimat). Pada sistem UEFV, pola translasinya adalah, Bahasa sumber > Bahasa Inggris > Bahasa yang diterima.

Satu hal lagi, perhatikan pola kalimat yang digunakan Roy dan Anda akan menyadari bahwa dia tidak lagi memakai bahasa gaul. Roy tidak menggunakan bahasa gaul karena bahasa itu tidak akan bisa ditranslasi. Lalu kenapa Heinrik masih bisa mendengar Roy yang terkadang memakai bahasa gaul? (tanpa rusak akibat penerjemahan oleh sistem UEFV). Sekali lagi, jika bahasa yang digunakan sama, maka sistem UEFV tidak aktif.

Di bawah ini adalah artikel singkat mengenai alat penerjemahan bahasa :)
Canggihnya Kacamata Penerjemah Bahasa

Read more...

sistem 'Satuan Divisi Tugas'

klik gambar untuk melihat lebih jelas


Yang merancang sistem 'Satuan Divisi Tugas' sebenarnya adalah Alexander Smith. Pada waktu itu dia baru selesai sekitar 80% dan hanya Jimmy Nogard yang tahu. Jimmy lantas menyempurnakannya dan mengusulkan sistem itu pada 'Dewan Hukum dan Adat' serta 'Dewan Penasihat dan Pertimbangan Agung'. Hal inilah yang amat mempengaruhi terpilihnya dia sebagai ketua 'Dewan Perwakilan Divisi'.

Namun demikian, dengan mengesampingkan usulan darinya tentang sistem Satuan Divisi Tugas, sebenarnya Jimmy juga sudah termasuk kandidat ketua 'Dewan Perwakilan Divisi', (termasuk Roy juga lho o_O!) Tapi calon terkuat - dan hampir pasti terpilih - sebetulnya adalah Alexander Smith.

Fakta lainnya adalah bahwa Alexander Smith juga adalah seorang antropolog. Aku lagi berpikir apakah dia kenal dengan orang tua Heinrik? (Hahahaha...) Soalnya orang tua Heinrik lumayan terkenal dalam profesinya :)

Well, aku tidak tidak memasukkan fakta ini dalam cerita karena akan mengganggu keseimbangan fokus cerita. Seandainya saja formatnya film... ~_~")

Read more...